
Roti Khas Mesir ternyata…
Awal bulan Mei lalu, kami (empat keluarga) bersama berangkat traveling ke Mesir. Oiya sebelum lanjut, cerita ini juga bisa kita sampaikan ke putra-putri tentang warisan nilai Mesir ini. Nah, saat tiba di Mesir di setiap mampir makan di rumah makan Mesir, roti hampir selalu disajikan di awal, sebagai menu pembuka. Lengkap dengan saus Tahina (Tahini), saus yang terbuat dari biji sesame yang dihaluskan di tambahin sedikit bawang putih dan garam. Rasanya tidak medok tapi cukup bisa dimakan bagi orang Indonesia, hehe. Roti “Aish Baladi” namanya, selain memiliki arti roti gandum utuh, bisa juga dimaknai kehidupan tradisional/kuno atau hidup negeri.
Roti ancient Egyptian ini sudah diwariskan culture dan resepnya turun temurun 5400 tahun yang lalu, bangsa Mesir sudah mengenal cara membuat roti dengan menghaluskan secara kasar biji-bijian gandum yang di masa Firaun bernama Emmer. Biji-bijian tidak dihaluskan sempurna karena disitulah nutrisi baiknya ada. Saat ini sudah jarang sekali jenis gandum ini ditemui, kecuali di pedalaman desa-desa Mesir. Biji-bijian gandum yang digunakan pun berbeda dengan gandum saat ini, masih murni dan tinggi protein.

Oiya cara menghaluskan gandum disini tidak seperti yang kita bayangkan seperti tepung halus yang digunakan kita saat membuat roti pada umumnya. Wanita Mesir menghaluskannya menggunakan batu dan diteruskan sesuai perkembangan zaman dengan semacam grinder. Sudah menjadi tradisi mereka membuat roti dengan sederhana. Terdiri dari unsur biji-bijian, air, dan ragi. Roti Mesir itu sederhana bulat dan berkantong, filosofi dibalik bentuk untuk menghormati Dewa Matahari kala itu. Adapun dalamnya membentuk rongga, aku menyebutnya “roti berkantong” atau seperti Pita Bread. Makna berkantong menggambarkan nafas kehidupan dan kesetiaan pada akar dengan bentuk roti yang tak berubah.
Gimana sih rasa rotinya? Pertama kali aku makan selagi hangat, roti terasa lembut dan mudah dikunyah, sedikit terasa samar asamnya, dan juga terasa beneran roti hehe. Ibu Mesir membuat Roti yang sederhana dengan pendamping roti salad sayur namun kaya makna, karena bagi mereka hidup berlebihan dapat mengikis hati. Bertahan hidup dari roti menjadikan mereka tangguh dan menerima hidup sederhana sehari-hari
Tradisi baik para Ibu Mesir yang masih relate buat kita Ibu modern terapkan:
1. Membuat sendiri roti dirumah (yang bagi ibu modern lebih praktis beli di bakery house), roti diuleni dengan tangan, menunggu hingga 12 jam, mirip cara membuat roti sourdough, lalu memanggangnya di oven (oven mereka oven tanah berbentuk kubah dengan suhu yang sangat tinggi 250 derajat C. Mungkin bertanya-tanya bagaimana model ragi zaman dulu itu ya?, yang jelas tidak seperti instan yeast. Konon udara Mesir yang bergurun pasir mengandung mikroba baik untuk membentuk ragi alami (wild yeast). Ini memberi pengajaran tentang ketelatenan dan kesabaran.
2. Membuat roti lalu dibagikan ke tetangga, ini mengajarkan pada anak-anak bahwa membuat makanan tidak instan, semua membutuhkan proses tentang berbagi dan bergotong royong berbaur dengan “komunitas”.
Roti Baladi ini tidak aku bawa pulang tapi aku coba “bawakan” resep kuno yang aku juga belum bikin hehe…
Resep Kuno Roti Aish Baladi:
Bahan:
500 g tepung gandum utuh
300 ml air hangat
1 sdt ragi alami atau ragi sourdough
Garam
Cara Membuat:
1. Campur tepung, air, dan ragi, uleni dengan tangan (tanpa mixer) hingga elastis
2. Fermentasi 12 jam dalam mangkuk tembikar/kayu
3. Bentuk bulat pipihkan lalu di panggang di oven tanah (kita bisa pakai oven biasa)
Ini resepnya gaya kuno banget ya, kita bisa modifikasi sendiri dengan penambahan gula, minyak, atau lainnya. Tapi, yang kuno itu lebih terasa kenangannya. Buat hidup kita ibu modern yang rumit, semoga ini menjadi refleksi kita bersama tentang makna ketangguhan dan kesederhanaan dalam makanan. Jiwa kita tetap membutuhkan renungan:
Kesabaran membuat roti mengajarkan kita, sekiranya kita pun perlu berlatih menahan diri atas lisan, menunggu 12 jam sebelum marah pada anak-anak, saat mereka membuat kesalahan. Setelah waktu tersebut, kita bisa mengolah dan menguleni emosi dengan hikmah. Hehe (Ini tambahan buat saya pribadi, yang sedang berlatih mengelola cerewet wkwk)
Jadi tradisi apa yang akan kita wariskan pada anak-anak terkait makanan keluarga dan proses berbagi hingga suatu hari masih bisa diteruskan anak-anak sambil bercerita pada generasi selanjutnya?”
Semoga suatu saat kami juga akan bisa mengunjungi tempat-tempat bersejarah ini, terimakasih umi sudah berbagi pengalaman perjalanannya berkeliling dunia🤗
Allahumma Aamiin, semoga mimpi kita bisa setinggi bulan purnama diatas piramid, semoga dimudahkan niat kita menjelajahi hikmah dari bumi Allah yang lain ya Ma…