
Melakukan rutinitas pagi hari tak hanya untuk memenangkan hari itu, tapi kembali pada irama tubuh dan bumi yang sejak awal sudah ditata dengan harmoni. Bangun saat fajar, bekerja di waktu terang, dan tidur saat malam. Bukan tentang tradisi kuno, tapi saat kita menjalani irama tubuh, kita sedang menuju ketenangan batin dan kesehatan yang mendalam.
(Ilmu Ritme Sirkadian)
Pagi ini seperti biasa, setelah usia yang tak lagi bau kencur, hampir setiap terbangun saat pagi hari, aku menghentakkan ujung tumitku di lantai sebanyak 7 kali. Katanya sih bisa mengurangi resiko penyakit hehe. Ya, karena aku suka sesuatu yang “katanya” haha, apalagi kalau keluar dari nasehat seorang Ibu sepuh. Se-menurut itukah aku? Hehe, ya ngga sih, kadangkala ya googling dulu, ha ha, tapi kalau sudah ada yang bicara langsung dan aku kok masih mengingatnya, ya aku lakukan saja. Dilanjut dengan membuka semua pintu ruang tamu dan dapur. Karena pintuku ada lapisan pintu luar yang ada “filter” maka tetap aman meski dibuka jam 4 subuh. Binatang juga ga bisa masuk dengan mudah.
Aroma pagi dan dinginnya udara saat membuka pintu itu menyenangkan. Rasanya candu, ditambah mendengar alunan suara dari Masjid. Teringat, kalau dulu di dapur Ibu akan terdengar suara burung puter yang Bapak pelihara. Mungkin karena ada kedamaian di sana ya. Kenangan yang tak mudah terlupa yang masih aku rawat dengan berusaha menerapkan kembali beberapa hal yang dilakukan Bapak Ibu. Salah satunya ya mau coba melihara burung puter, puyuh dan ayam jago. haha. Susah ga ya melihara ayam jago?!
Setelah itu beberapa hal yang selalu aku lakukan di pagi hari adalah ritual spiritual dan wajib minum air putih. Termasuk anak-anak aku juga sudah “cereweti” minum air putih setelah bangun tidur. Segelas air hangat akan menghilangkan rasa kantuk dan malas, tujuannya begitu.
Oiya, sudah sepekan ini ada yang berbeda saat membuka pintu dapur. Biasanya hanya ada meja dan bangku, kini aku membuka pintu dapur dan menyapa dengan senyuman bunga-bunga yang bermekaran. Tanaman yang aku tanam merupakan tanaman-tanaman mengandung kenangan. Kenangan saat dirumah Nenek dan rumah Orang tua ku. Rasanya membuat hati damai dan meresapi warisan nilai. Melihat teras belakang rumah rapi dan ada bunga yang tertata. Jadilah aku menyisihkan waktu untuk sekedar menyapa tanaman sambil mengecek mereka dari ruang tamu hingga ujung rumah saat pagi dan/atau sore. Karena sebenarnya kegiatan menanam bunga menjadi ruang aku mencari damai dan kelembutan hati. Kembali ke fitrah wanita yang menyukai bunga.
Hal ini aku jalani kembali belakangan ini (yang sebelumnya sempat terhenti karena beberapa kali nanam bunga sering berakhir kering). Lebih suka menanam sayur mayur yang bisa dimakan tak hanya sedap dipandang. Dulu aku berpikir ngapain sih orang menanam tanaman hias, ga bisa juga dikonsumsi. Tapi kali ini aku jadi memahami kenapa orang suka dengan tanaman hias. Karena khususnya bunga membuat ruang yang lebih hidup di bagian rumah kita, serta tetap terkoneksinya kita dengan alam.
Di halaman belakang rumah inilah hampir setiap pagi menjadi “ruang makan” bersama keluarga. Disini kami berbincang ditemani minuman hangat dan sarapan menyambut pagi. Sudah menjadi kebiasaan untuk tidak boleh ada aktivitas sosmed-an dan whatsapp-an, hanya boleh setel musik lembut atau tradisional.
Setelahnya kadangkala ada-lah merenggangkan badan sedikit. Kadangkala? Oke-oke, sebenarnya aku juga ingin menulis ada workout didalam morning ritual-ku kayak trend gaya hidup masa kini. Ha ha. Apa daya pagi ini aku tak ada workout. Ada fase setiap pagi aku rajin senam Phing Shuai Gung (senam ayun tangan dari negeri Tiongkok), tapi adakalanya mengalami fase hibernasi. Heheh. Pas kebetulan kali ini aku lagi di fase liburan :D. Okey, setelah ini aku coba fokuskan lagi untuk konsisten senam di pagi hari (terdengar familiar ya, hehe) Yah mau gimana lagi, begitulah adanya.
Semoga aku dan kamu lebih sadar dan sepenuh jiwa merawat rutinitas spiritual dan
kreatifitas saat pagi.