
Cemilan tradisional adalah bahasa cinta yang menyimpan kenangan dan terhubungnya hati antar anggota keluarga. Perlu sekiranya mengembalikan lagi tradisi membuat, bukan membeli.
Hampir setiap sore di lingkungan rumahku akan muncul berbagai macam jualan yang lewat dengan menggugah anak-anak untuk membeli. Berbagai macam jualan dari roti hangat, mie ayam, tahu bulat, sate, sampai kue putu. Terkadang kalau malam minggu, duduk diteras saja ditawarin macam-macam panganan. Ditolak kasihan, tapi dibeli juga belum tentu higienis dan sehat.
Memang sore itu waktu yang pas untuk menghadirkan cemilan. Aku bukan tipe yang ketat banget dengan apa yang harus dan tidak boleh dikonsumsi. Terkadang diniatkan untuk berbagi kenangan. Toh akan ada waktu anak-anak bosan tidak ingin membeli.
Jadi daripada sering jajan yang tak menentu, tentu kuncinya adalah seberapa rajin ibu membuat cemilan sendiri dari rumah. Aku juga tak begitu rajin, namun mengusahakan membuat sendiri dan setiap sore itu tentu butuh effort ya. Bagi waktu antara antar jemput anak, les, dan bersantai. Kadang aku ingin kembali menjalani Ibu dengan anak-anak yang masih kecil-kecil yang waktunya 24 jam bersama anak-anak di rumah saja, ha ha. Karena sekarang seiring anakku tumbuh ternyata kesepian saat ditinggal sekolah. “Anak tak selamanya dibawah ketiak ibunya”, kata orang terdahulu demikian. Oke tak apa, spirit akan pendidikan rumahan itu tetap hadir tentang nilai, iman, dan martabat. Kita jaga dimanapun dan terus menerus belajar sepanjang hayat. Kenangan akan kebersamaan bersama anak duduk bersantai sambil ngemil ataupun jalan menelusuri desa itu bagiku tetap harus diagendakan sampai kapanpun.
Kembali ke cemilan, dikarenakan aku suka bikin sendiri (ga selalu sih, ha ha) aneka macam cemilan tradisional sampai cemilan modern, sampai anak bungsuku sering bertanya, “Ummi bisa buatkan permen ini ga? Bisa bikinkan snack ini ga?” Seolah-olah cemilan yang ada di minimarket sang ibu harus mampu membuat, ha ha. Dikarenakan mereka dibatasi kalau ke minimarket. Segala jajan dikurangi. Maka menjadi tanggung jawab aku untuk mampu membuat cemilan ala minimarket atau jajanan tradisional yang tentu akan mengingatkan aku pada kenangan masa kecilku. Dan itu ingin aku buatkan juga untuk anak-anakku.

Berikut Ide Cemilan Tradisional yang Wajib Pernah kita Buat :
- Lupis Ketan Gula Merah. Ini enak banget, namun seiring usia aku sering batasi makanan ketan. Lupis ini sangat disukai anak yang kecil.
- Kue Putu Ayu. Cemilan jadul ini meski sederhana rasanya tak berubah dari jaman dahulu, lembut dan membawa kenangan.
- Getuk Ubi Ungu. Dicampur kelapa dan gula aren akan membuat ubi ungu cemilan sehat yang enak.
- Klepon ketan isi gula merah
- Pisang Rebus
- Kue lumpur Kentang
- Wingko babat kelapa
- Bakwan jagung
- Kue Talam Ubi
- Kue Pancong Tradisional
- Kue Jongkong
- Ongol-Ongol Singkong
- Apam Gula Merah
- Timus Ubi Cilembu
- Kue Cucur
- Pisang Bakar Tradisional
- Biji salak
- Kue Pukis jadul
- Donat Ubi Ungu kukus
- Kacang oven

Ide Cemilan ala Melayu:
- Kue Kochi Pulut Hitam
- Bingka Ubi
- Kue Talam Berlauk
- Puteri mandi
- Seri muka
- Kuih Cara berlauk
- Peyek
- Kuih Dangai
- Kuih kacang hijau kukus
- Kuih Tepung Gomak
- Kuih koci labu
- Dadar gulung
- Kuih Kosui Pandan
- Roti Pau kari ayam
- Karipap pusing
- Bom berlauk
- Lemper serundeng
- Kuih Bugis Berlauk
Ada yang berminat resepnya? Boleh di komen ya. Kumpulan camilan ibu klasik warisan tradisi Indonesia, aku siapkan buat pembaca setia IbuKlasik