
Satu simpul, satu sholawat. Satu jahitan, satu harapan.
Bulan Juli ini aku mulai menambah salah satu kegiatan yang sempat vakum lama, yakni merajut. Aku mengusahakan setiap bulan ada sesuatu yang baru, entah itu kebiasaan maupun kegiatan yang kelak menjadi tradisi keluarga. Tak mudah tapi seru. Seperti merajut, untuk melemaskan tangan agar tak kaku, butuh percobaan beberapa kali, hingga kemudian lebih mudah, secara otomatis tangan bergerak sendiri hasil dari merecall memori lampau. Proyek pertama membuat alas teh. Biasanya teko panas diletakkan di meja menggunakan alas, kali ini alasnya rajutan yang dibuat dengan tangan. Alhamdulillah sehari bisa jadi.


Aku jadi paham, mengapa nenek kita dan ibu kita dulu pernah mengajarkan rajut, keterampilan wanita yang ga punah hingga sekarang. Karena di tengah dunia yang makin riuh dan terburu-buru, merajut seperti menjadi oase. Kegiatan sederhana namun menentramkan. Pas sekali jika kamu ingin merasakan hening ditengah dunia yang horeg, gedebak-gedebuk, buka HP penuh dengan drama kehidupan. Ga henti-hentinya. Jadi merajut ini setidaknya mampu mengembalikan fokus dan kehadiran kita pada kehidupan. Ada rasa damai menghampiri saat merajut.
Memang sih sekarang itu mudah sekali menemukan produk jadi rajut, di marketplace banyak aneka hasil rajut buatan tangan. Betul, dulu juga aku suka sekali dengan buatan tangan termasuk rajut. Pernah sekitar tahun 2012 an aku menjadi reseller tas rajut merk jogja. Lumayan juga, hehe. Namun, karena waktu itu mulai banyak yang jual tas rajut, sempat booming area jogja. Jadi rame sekali yang berbisnis rajut. Karena sudah ramai dan keuntungan menipis maka aku ga jualan tas rajut lagi. Ya, kalau di takar dengan efisiensi waktu, uang dan lain-lain, tentu membeli juga menjadi pilihan. Tapi kalau di takar dengan rasa dan jiwa, beda lagi. Merajut itu menjalin jiwa, menghayati proses, dan melatih otak melakukan kegiatan yang membutuhkan waktu lama. Karena paparan sosial media dengan durasi video yang sangat cepat transisinya, katanya bisa melemahkan fungsi otak kita.
Mengapa kita perlu kembali lagi merajut?
- Keterampilan homemaking sejak dahulu kala. Merawat tradisi lama agar tetap hadir ditengah kehidupan serba cepat.
- Menenangkan pikiran dan meredakan cemas. Bagi kalian yang punya kecemasan berlebih, merajut bisa jadi alternatif kegiatan.
- Melatih kesabaran dan fokus. Bagiku, merajut bukan untuk kejar targetan, tapi mencoba menghadirkan buatan tangan di dekorasi rumah. Sentuhan hati seorang ibu untuk anak-anaknya. Et daaah. Hihihi.
- Menjaga kesehatan otak dan jiwa. Menurut penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa orang yang rutin merajut atau menyulam punya resiko demensia yang rendah.
- Membangun keterhubungan antar jiwa. Jiwa kita sebagai ibu untuk buah hati dan pasangannya. Kehangatan yang dihantar oleh benang.
- Menghidupkan lagi gaya hidup yang lambat dan sadar. Merajut mengajak kita untuk berhenti sejenak, hening, dan penuh rasa.
- Terakhir, sesuai dengan filosofi IbuKlasik. Merajut menghidupkan kembali budaya warisan perempuan. Bisa diajarkan ke pertemanan maupun anak. Sebuah jembatan silaturahim antar generasi.
Jadi merajut tak sekedar mewujudkan barang namun lebih dari itu, merajut mengembalikan ketenangan pikiran dan hati. Sambil merajut kita sambil ucapkan doa dan sholawat.