Setiap tanah yang dijarah maka akan tumbuh perlawanan.
Saya jadi tergerak menulis sekilas tentang Ratu Ageng Tegalrejo, karena besok anak saya ikut opera Pangeran Diponegoro, untuk penampilan acara perpisahan tahunan di Sekolahnya. Sebuah kisah bagaimana seorang nenek dengan tradisi lisannya mampu sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter Pangeran Diponegoro, seorang pangeran sekaligus pemimpin spiritual dari perang padri.
Siapakah Ratu Ageng Tegalrejo?
Ratu Ageng adalah potret ideal seorang Ibu Klasik yang memegang teguh harkat dan martabatnya. Beliau adalah Permaisuri/istri Sultan Hamengkubuwono 1 (Raja pertama Kesultanan Yogyakarta) sekaligus Nenek dari Pangeran Diponegoro. Diponegoro kecil diasuh Neneknya di luar istana karena, ketika suami Ratu Ageng wafat, maka beliau meninggalkan istana pindah ke Tegalrejo. Di daerah inilah berdiri pesantren, madrasah yang diasuh oleh Ratu Ageng. Beliau adalah seorang pejuang muslimah di zamannya.
Diponegoro diasuh Sang Nenek karena Ratu Ageng menilai istana sudah dipengaruhi oleh Penjajah. Gaya pengasuhan putra putri Raja sudah dipengaruhi pendidikan eropa. Ada beberapa literatur yang menceritakan bagaimana Ratu Ageng mendidik Pangeran Diponegoro
Cara Mendidik Ratu Ageng
- Ratu Ageng mendidik dengan cara adiluhung Jawa-Islam. Ia membesarkan Diponegoro bukan sebagai pangeran istana, namun sebagai santri pejuang yang kuat dalam laku, tajam dalam pikir. Dipenegoro menjauh dari Keraton, dan memilih dusun pedesaan Tegalrejo yang sederhana agar ia tidak larut dalam kemewahan dan politik istana Lingkungan desa mempertemukan Diponegoro dengan rakyat kecil, kesulitan hidup, dan realitas sosial yang membentuk empati dan kesadaran kelas.
- Pendidikan agama yang terus menerus. Beliau mengajarkan Tauhid, fiqih, akhlak, dan tasawuf sejak kecil.
- Diponegoro dibiasakan membaca Al-Qur’an, dzikir, tirakat, dan puasa sunah.
- Ratu Ageng memperkenalkan guru-guru agama dari berbagai daerah, sebagai bagian dari jejaring spiritualitas nusantara.
- Diponegoro diajari tirakat, puasa mutih, membatasi makan dan tidur, serta mencari makna dari kesunyian. Agar lebih peka terhadap misi dan nilai hidup.
- Kesadaran sejarah dan identitas. Ratu Ageng mengajarkan kejayaan leluhur , nilai-nilai kerajaan MataramIslam, dan kehormatan keluarga adalah hal suci.
- Ratu Ageng berprinsip bahwa penjajahan bukan hanya tentang wilayah tapi juga pikiran.
- Mencontohkan teladan kepada Diponegoro bagaimana sikap ia terhadap penjajah.
- Mengajarkan hikmah lewat cerita dan kitab, tentang kisah perjuangan dan kisah para wali kepada Diponegoro. Juga mengenalkan kitab kitab tasawufdan hikmah yang membentuk pandangan hidup.
Ratu Ageng diceritakan perannya di dalam Babad Diponegoro yang ditulis Pangeran Diponegoro saat diasingkan. Ratu Ageng menanamkan dan membentuk Pangeran sebagai Pemimpin Spiritual, cinta tanah air, lemah lembut pada rakyat, dan bertindak karena Allah.
Dalam Babad Diponegoro, Diponegoro menyebut bahwa neneknya (Ratu Ageng) adalah ‘seorang salehah dan ahli ibadah yang kuat tirakat dan istiqomah.
”Saya tak dibesarkan di Istana, tapi di bawah rindang pohon dan bimbingan seorang wanita suci yang mengajarkan bahwa tanah air bukan milik penguasa, tapi milik yang menjaga kehormatannya -(Parafrase hikmah dari Babad Diponegoro tentang pengaruh Ratu Ageng)